Sejarah Masuknya Islam Ke Pulau Buton





Sebelum kita membahas sejarah perkembangan islam di pulau Buton, ada baiknya kita mengetahui sedikit tentang Buton. Kesultanan Buton terletak di Kepulauan Buton (Kepulauan Sulawesi Tenggara) Provinsi Sulawesi tenggara. Pada zaman dahulu memiliki kerajaan sendiri yang bernama kerajaan Buton dan berubah menjadi bentuk kesultanan yang dikenal dengan nama Kesultanan Buton. Nama Pulau Buton dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit, Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa.

Sejarah Masuknya islam di kerajaan Buton masih simpang siur ada yang mengatakan berawal dari datangnya Sayid Jamaluddin al-Kubra di Pulau Buton, yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh Raja Mulae Sangia i-Gola dan bagindapun langsung memeluk agama Islam. Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang menurut beberapa sumber berasal dari Johor. Kedatangannya tersebut berhasil mengislamkan Raja Buton yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M. Namun Riwayat lain mengatakan  itu terjadi pada tahun 1564 M. Sehingga kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton masih belum jelas pada tahun berapa. Oleh itu dalam artikel ini dirasakan perlu dikemukakan beberapa perbandingan. Dalam masa yang sama dengan kedatanganSyeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al- Fathani, diriwayatkan bahwa di Callasusung (Kulisusu), salah sebuah daerah kekuasaan KerajaanButon, didapati semua penduduknya sudah beragama Islam.

Dalam riwayat yang lain menyebut bahwa yang melantik Sultan Buton yang pertama memeluk Islam, bukan Syeikh Abdul Wahid tetapi guru beliau yang sengaja didatangkan dari Patani. Raja Halu Oleo setelah ditabalkan sebagai Sultan Kerajaan Islam Buton pertama, dinamakan Sultan Murhum.

Selain pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Johor, ada pula pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Ternate. Dipercayai orang-orang Melayu dari berbagai daerah telah lama sampai di Pulau Buton. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa walaupun Bahasa yang digunakan dalam Kerajaan Buton ialah bahasa Wolio, namun dalam masa yang sama digunakanBahasa Melayu, terutama bahasa Melayu yang dipakai di Malaka, Johor dan Patani. Orang-orang Melayu tinggal di Pulau Buton, sebaliknya orang-orang Buton pula termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang Bugis juga.

Pada masa kesultanan Buton yang bercorak system pemerintahan syariat islam pada masa itu sangat dikenal dan diakui oleh Negara kesultanan yang lain di nusantara bahkan di jaringan kekhalifahan kesultanan yang ada dunia. Sehingga sultan Buton di anugerahi gelar Khalifatul Khamis oleh Khalifa Otsmaniah, sebuah gelar yang umum di gunakan oleh para sultan dalam jaringan kekhalifahan Otsmaniah. Ketika itu Khilafa Islamia di Turki-Istanbul (Kesultanan Otsmaniah) sebagai pusat pemerintaahan islam mengakui kedaulatan Kesultanan Buton yang menjalankan secarah penuh syariat islam dalam system pemerintahannya.


Raja Buton Masuk Islam
Keraton Buton
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6, yaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau Halu Oleo. Bagindalah yang diislamkan oleh Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani yang datang dari Johor. Menurut beberapa riwayat bahwa Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani sebelum sampai di Buton pernah tinggal di Johor. Selanjutnya bersama isterinya pindah ke Adonara (Nusa Tenggara Timur). Kemudian beliau sekeluarga berhijrah pula ke Pulau Batu atas yang termasuk dalam pemerintahan Buton.

Di Pulau Batu atas, Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani bertemu Imam Pasai yang kembali dari Maluku menuju Pasai (Aceh). Imam Pasai menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani pergi ke Pulau Buton, menghadap Raja Buton. Syeikh Abdul Wahid setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah Raja Buton memeluk Islam, Baginda langsung ditabalkan menjadi Sultan Buton oleh Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.

Mengenai tahun tersebut, masih dipertikaikan karena sumber lain menyebutkan bahwa Syeikh Abdul Wahid merantau dari Patani-Johor ke Buton pada tahun 1564 M. Sultan Halu Oleo dianggap sebagai Sultan Buton pertama, bergelar Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar yang khusus yaitu Sultan Qaimuddin. Maksud perkataan ini ialah Kuasa Pendiri Agama Islam.

Menurut La Niampe, salah satu putra Buton mengatakan bahwa :

  1. Syeikh Abdul Wahid pertama kali sampai di Buton pada tahun 933 H/1526 M.
  2. Syeikh Abdul Wahid sampai ke Buton kali kedua pada tahun 948 H/1541 M.
  3. Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua di Buton pada tahun 948 H/1541 M bersama guru beliau yang bergelar Imam Fathani. Ketika itulah terjadi pengislaman beramai-ramai dalam lingkungan Istana Kesultanan Buton dan sekaligus melantik Sultan Murhum sebagai Sultan Buton pertama.


Pendapat lain dari kertas kerja Susanto Zuhdi berjudul Kabanti Kanturuna Mohelana Sebagai Sumber Sejarah Buton, menyebut bahwa Sultan Murhum adalah Sultan Buton yang pertama memerintah dalam lingkungan tahun 1491 M - 1537 M. Menurut Maia Papara Putra dalam bukunya, Membangun dan Menghidupkan Kembali Falsafah Islam Hakiki Dalam Lembaga Kitabullah, bahwa ``Kesultanan Buton menegakkan syariat Islam ialah pada tahun 1538 Miladiyah.

Jika kita bandingkan riwayat-riwayat diatas tahun (1564 M), dengan tahun yang disebutkan oleh La Niampe (948 H/1541 M) dan tahun yang disebutkan oleh Susanto Zuhdi (1537 M), berarti dalam tahun 948 H/1541 M dan tahun 1564 M, Sultan Murhum tidak menjadi Sultan Buton lagi karena masa beliau telah berakhir pada tahun 1537 M. Setelah meninjau berbagai aspek, nampaknya kedatangan Syeikh Abdul Wahid di Buton dua kali (tahun 933 H/1526 M dan tahun 948 H/1541 M) yang diberikan oleh La Niampe adalah lebih meyakinkan.

Yang menarik pula untuk dibahas ialah keterangan La Niampe yang menyebut bahwa Kedatangan Syeikh Abdul Wahid yang kedua kali di Buton pada tahun 948 H/1541 M itu bersama Imam Fathani yang mengislamkan lingkungan Istana Buton, sekaligus melantik Sultan Murhum sebagai Sultan Buton yang pertama. Apa sebab Sultan Buton yang pertama itu dilantik/dinobatkan oleh Imam Fathani? Dan apa pula sebabnya sehingga Sultan Buton yang pertama itu bernama Sultan Murhum, sedangkan di Patani terdapat satu kampung bernama Kampung Parit Murhum.

Kampung Parit Murhum berdekatan dengan Kerisik, yaitu pusat seluruh aktivitas Kesultanan Fathani Darus Salam pada zaman dahulu. Semua yang tersebut itu sukar untuk dijawab. Apakah semuanya ini secara kebetulan saja atau pun memang telah terjalin sejarah antara Patani dan Buton sejak lama, yang memang belum diketahui oleh para penyelidik.

Jauh sebelum ini telah ada orang yang menulis bahwa ada hubungan antara Patani dengan Ternate. Dan cukup terkenal legenda bahawa orang Buton sembahyang Jumaat di Ternate.
Perbedaan syariat pemerintahan Islam Buton adalah Kerajaan Islam Buton berdasarkan Martabat Tujuh. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kerajaan Islam Buton lebih mengutamakan ajaran tasawuf daripada ajaran yang bercorak zahiri. Namun demikian ajaran syariat tidak diabaikan.

Semua perundangan ditulis dalam bahasa Walio menggunakan huruf Arab, yang dinamakan Buru Wolio seperti kerajaan-kerajaan Melayu menggunakan bahasa Melayu tulisan Melayu/Jawi. Huruf dan bahasa tersebut selain digunakan untuk perundangan, juga digunakan dalam penulisan salsilah kesultanan, naskhah-naskhah dan lain-lain. Tulisan tersebut mulai tidak berfungsi lagi menjelang kemerdekaan Indonesia 1945
.

Referensi :
-http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Buton
-http://munsirmediagaleri.blogspot.com/2012/12/sejarah-berdiri-runtuh-dan-perkembangan_28.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar