Senin, 11 November 2013

Kepulauan Buton

Pulau Buton adalah sebuah pulau di Sulawesi Tenggara yang terkenal akan produksi aspalnya. Berdasarkan luas wilayah, pulau Buton menduduki urutan ke-130  di dunia dan menduduki urutan ke-73 di dunia berdasarkan jumlah penduduknya. Buton termasuk dalam wilayah administratif Provinsi Sulawesi Tenggara. Kota terbesar di pulau ini adalah Bau-Bau yang merupakan kota terbesar ke-8 di sulawesi dan ke-2 di Provinsi Sulawesi Tenggara 

Pembagian Administrasi

Di Buton terdapat daerah tingkat II atau Kabupaten yang dikenal dengan nama Kabupaten Buton. Pada awalnya Kabupaten Buton dengan ibukotaBau-Bau memiliki wilayah pemerintahan adalah bekas dari kerajaan Buton atau Kesultanan Buton, yaitu meliputi sebagian wilayah pulau Buton, sebagian wilayah pulau Muna, seluruh pulau Kabaena, sedikit bagian pulau Sulawesi, serta pulau-pulau yang ada di bagian selatan dan tenggara pulau Buton. Sekarang dengan adanya pemekaran daerah, wilayah itu terbagi menjadi beberapa wilayah kabupaten, yaitu:
  1. Kabupaten Buton
  2. Kota Bau-Bau
  3. Kabupaten Wakatobi
  4. Kabupaten Bombana
Dari keempat kabupaten/kota tersebut, yang berada pada pulau Buton adalah Kota Bau-Bau dan sebagian Kabupaten Buton. Kabupaten Butonberada pada pulau Buton, sebagian kecil pulau Kabaena, dan sebagian Pulau Muna, sedangkan sebagian wilayah pulau Buton adalah wilayahkabupaten Muna (kini menjadi Kabupaten Buton Utara. Untuk Kabupaten Wakatobi merupakan pulau yang berada pada bagian selatan pulau Buton, sedangkan kabupaten Bombana berada pada daratan Sulawesi dan sebagian besar pulau Kabaena.




SEJARAH PULAU BUTON DIMASA LAMPAU


Selama ini, Pulau Buton lebih dikenal sebagai pulau penghasil aspal. Padahal di luar hasil bumi itu, pulau ini memiliki “harta karun” nan dasyat. Yakni, jejak arkeologis berupa benteng-benteng yang nyaris mengepung seluruh pulau dan sejarah panjang Kesultanan Butuni.
Pulau Buton adalah pulau benteng. Karena, bangunan yang menjadi basis pertahanan militer tersebut tersebar di banyak tempat. Sehingga, pulau tersebut kerap disebut sebagai “Negeri Seribu Benteng” atau “castle in town”. Karena, kota-kota penting di pulau itu hampir dikelilingi benteng-benteng – mirip konsep tata ruang negeri Jerman yang dikelilingi benteng-benteng. Namun, dunia pariwisata kerap “memaksa” wisatawan yang berkunjung ke daerah itu hanya mengenal Benteng Keraton Wolio. Ini bisa dimaklumi, karena benteng itu merupakan simbol kejayaan Kesultanan Butuni, sekaligus sebagai satu-satunya bukti sejarah yang masih terawat.
Benteng Keraton Wolio dibangun sejak masa pemerintahan Sultan Buton ke-3 La Sangaji pada abad ke-15. Dan, bangunan itu benar-benar rampung pada masa pemerintahan Sultan Buton ke-6 La Buke pada 1634. Keunikan bangunannya; bila dilihat dari atas, dengan bangunan sebelas selatan sebagai kepalanya, maka akan memnentuk huruf “dal” – huruf ke delapan pada alfabet bahasa Arab atau huruf terakhir nama Baginda Rasulallah Muhammad saw. Pintu benteng (lawa) berjumlah 12, yang bermakna jumlah lubang pada tubuh manusia. Atau, bisa juga bermakna 12 lokasi yang dipilih oleh Tuhan, untuk mendapatkan tanah pembentuk Nabi Adam As. Bastion (kubu pengawas) berjumlah 16. Tapi, sumber lain menyebutkan 17 – jumlah rakaat dalam shalat selama sehari. Angka-angka itu tidak muncul secara kebetulan. Tapi, perancang pembangunan benteng memang menyiapkannya secara khusus, untuk memberikan gambaran adanya nilai tasawuf dalam pemerintahan Kesultanan Butuni. Sekaligus monumen bagi rakyatnya, untuk terus memahami dan mengamalkan akhlak mulia yangbersandarkan ajaran Ilmu Tasawuf tersebut.
Dulu, Benteng Keraton Wolio menjadi pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, sosial, dan syiar Islam. Selain itu, bagian dalam benteng juga menjadi lokasi pemukiman. Hal itu memungkinkan, karena benteng memiliki lahan yang luas, yakni sekitar 400.000 m² dan dikelilingi benteng sepanjang 2740 m. Tinggi temboknya 2-8 m dan lebar 1-2 m.




1 komentar: